Minggu, 15 Desember 2013

Kisah menyentuh ayah dan anak


"Sayangi Aku Papa…"

Aku dilahirkan dalam keluarga terpandang. Papaku adalah seorang pengusaha yang sangat sukses dan disegani di Jakarta. Mungkin semua orang berpikir hidupku ini sempurna, namun itu “salah”.
Aku dilahirkan dengan kondisi kaki kiri yang tidak sempurna, tapi aku bersyukur mempunyai seseorang yang selalu memberi suport untuk aku. Kaka’ku, ka’Novan namanya. Dia sangat menyayangi ku, bahkan mungkin ka’Novan adalah satu-satunya orang yang sayang padaku saat ini. Kenapa aku bisa bilang seperti itu? Karena sedikitpun tak pernah kurasakan kasih sayang dari papaku. Jangankan kasih sayang? Pengakuan sebagai anak papapun tak pernah kudapat. Setiap papa melakukan jumpa pers, papa selalu berkata kalau anaknya hanya ka’Novan seorang.
23 Mei 1996, adalah hari kelahiranku. Bukan kebahagiaan yang terasa dalam keluargaku, tapi kesedihan yang amat mendalam. Mengapa? Karena mamaku meninggal ketika proses persalinan.
*********
Waktu terus berlalu, kini usiaku sudah 10 tahun.
Suatu sore ketika aku duduk ditaman belakang, tiba-tiba papa datang mengahampiriku,
  “Lidya, ayo ikut papa dan ka’Novan keluar!”
  “Keluar kemana pah?”
  “Sudahlah cepat ganti baju! Papa tunggu di mobil.”
Dengan penuh semangat aku segera ke kamar dan berganti pakaian. Karena saat itu adalah pertama kali papa mengajakku keluar bersama.
Setelah berjalan sekitar 30 menit mobilku berhenti di sebuah rumah sederhana. Seorang lelaki setengah baya keluar dari rumah itu. Pak.Min, itu mantan supir papaku. Aku mulai bertanya dalam benakku “mengapa papa mengajakku kesini?”
Papa keluar dari mobil, namun tidak dengan aku dan ka’Novan. Kulihat dari dalam mobil sepertinya papa melakukan pembicaraan serius dengan pak.Min. Tak lama papa kembali ke mobil, dan menyuruhku keluar. Diajaknya aku menemui pak.Min
  “Non Lidya,,” sapa pak.Min ramah. Aku hanya bisa tersenyum.
  “Pak.Min saya titip Lidya, setiap minggu saya akan   mengirimkan uang untuk keperluan Lidya” Kata papa dengan   lugas.
Aku sangat kaget mendengar hal itu, apakah papa setega itu padaku? Aku tak bisa mengucapkan sepatah katapun. Mataku mulai penuh dengan  air mata. Kupikir hari ini akan jadi hari yang menyenangkan, tapi kenyataan berkata lain padaku. Tanpa berkata apapun padaku, papa pergi meninggalkankku. Masuk kedalam mobil, dan meninggalkan rumah pak.Min.“papah.... ka’Novan.... ” teriakku sambil berlari sekuat mungkin mengejar mobil papah, hingga ahirnya aku terjatuh. Kulihat dari kaca belakang mobil, ka’Novan melambaikan tangannya padaku.
Pak.Min menghampiriku, dan mengajakku masuk ke rumahnya. Dengan berlinang air mata aku mulai berjalan menuju rumah pak.Min.
*********
Hari demi hari kulewati di rumah pak.Min yang sederhana. Sering aku merasa rindu pada suasana di rumah papah. Bercanda dan bermain bersama ka’Novan. Aku hanya bisa meluapakan semua rasa rinduku di atas kanvas. Satu demi satu kulukiskan isi hatiku.
Kini usiaku menginjak 17 tahun. Sudah banyak lukisan yang kusimpan digaleri kecilku yang ada dibelakang rumanh pak.Min. 2 tahun terahir sering ka’Novan menengokku di rumah pak.Min.
*********

Suatu saat aku merasa ingin sekali melukis wajah ka’Novan. Kakak yang selalu ada untuk aku. Ketika ka’Novan datang untuk menengokku, kuajak dia ke galeri kecilku.
  “Inilah galeriku ka’.. mungkin kakak adalah orang pertama yang   melihatnya.”
Ka’Novan hanya tersenyum sambil memandang tiap sisi ruang galeriku.
  “kak, bolehkah aku meminta sesuatu?”
  “tentu adekku, apa?”
  “duduklah di dekat jendela itu kak, dan aku akan melukismu.”
Ka’Novan mulai mendekati jendela kecil di galeriku.
  “disini Lidya?” tanya ka’Novan.
  “yapz.. pas banget kak” jawabku sambil mengacungkan jempol untuk   ka’Novan.
Mulai kugoreskan cat pada kanvasku. Semenit, 10 menit, 30 menit, hingga ka’Novan tertidur didekat jendela kecil itu. Terus kulukis gambar kakakku yang kusayang itu. Dan setelah 1 jampun lukisan itu jadi. Kubangunkan kakakku, dan kutunjukan lukisan itu padanya. Belum sempat ka’Novan berkomentar, tiba-tiba aku merasakan pusing yang amat sangat dan akupun tak sadarkan diri.
*********
Ketika aku sadar, aku sudah berada dirumah sakit. Tak lama kulihat ka’Novan masuk menghampiriku, dengan muka
yang lesu dan nampak sedih.
  “kak Novan?? Apa yang terjadi??” tanyaku penasaran.
  tidak ada apa-apa adekku, istirahatlah! Dan besok kamu   sudah boleh pulang” jawab ka’Novan dengan tatapan   teduh.
Hari ini aku keluar dari rumah sakit, tak kurasakan lagi pusing di kepalaku.
*********
Waktu demi waktu berlalu, 6 bulan terahir sering kurasakan rasa sakit di kepalaku. Kupikir itu hanya sakit biasa, hingga suatu saat sakit itu tak tertahankan. Aku kembali tak sadarkan diri, ka’Novan dan pak.Min membawaku ke rumah sakit. Dan ketika aku sadar, aku segera bertanya pada ka’Novan, apa yang sebenarnya terjadi padaku. Akhirnyapun aku tau kalau aku mengidap kanker otak.
*********
Aku lebih memilih rawat jalan di rumah, aku tidak mau terus tergolek lemah di rumah sakit.
Aku tau waktuku tak akan lama, dan aku tak mau sampai ahir hidupku terus-menerus merasa bersalah pada papa. Dengan ahir waktu yang kumiliki ini, aku ingin membuat 1 lukisan untuk papa dan ka’Novan. Setiap hari kusempatkan kegaleri untuk melukis lukisan itu. Setelah 2 minggu lukisan itupun jadi, bahagia sekali rasanya aku melihatnya.
Keesokan harinya aku merasa ingin sekali berbicara dengan papa. Manyampaikan sejuta rasa rinduku pada papa, rindu yang sudah benar-benar tak tertahankan. Namun aku sadar, papa tidak mungkin mau menemuiku disini. Kuambil sebuah tape recorder kuungkapkan seluruh rasaku, dalam sebuah pesan pendek di rekaman itu.

*********
Pagi ini kusempatkan untuk datang ke rumah papah. Aku tak berharap banyak, aku hanya ingin memberikan rekaman itu pada papah, agar papah tau betapa aku merindukan kasih darinya. Waktu aku tiba, aku langsung menuju ke ruang kerja papah, ku ketuk pintu, namun ternyata setelah ku tengok ke dalam papah tak ada di ruang kerjanya, Aku segera beranjak pergi. tak sengaja ketika aku akan keluar, papah hendak masuk ke ruangannya.
  Lidya? Mengapa kau ada disini?” tanya papah dingin.
  aku.... aku hanya ingin memberikan ini untuk papah”   jawabku sambil memberikan amplop coklat yang berisi kaset   rekaman itu.
  apa ini? Papah tidak ada waktu untuk hal yang tidak   penting,  papah sibuk! Nanti siang papah akan berangkat   ke   Manado.” Jelas papah.

  kumohon terimalah pah.. aku kemari hanya ingin   memberikan   ini, dan aku akan pergi meninggalkan papah”   mohonku.
Akhirnya papapun menerima amplop itu. Aku segera pergi meninggalkan papa, karena aku tau papa tak pernah merasa nyaman bersamaku.
*********
Sesampainya di rumah pak.Min kulihat ka’Novan sedang duduk di teras rumah menunnguku. Ketika ingin kuhampiri ka’Novan, kurasakan badanku lemas, kepalaku pusing, aku tak tahan lagi, aku berteriak kesakitan dan aku jatuh pingsan di pelukan kakakku. Dibawanya aku ke rumah sakit.
*********
Dilain tempat (di rumah papa Lidya) papa hendak berangkat ke Manado, papa membereskan berkas-berkas yang ada di meja kerjanya. Ketika papah hendak pergi dilihatnya amplop coklat pemberianku, papah tak menghiraukannya, papah segera beranjak pergi. Namun ketika papa hendak menutup pintu ruangannya, kembalilah dia mengambil amplop itu, dan segera meninggalkan ruangannya.
Ketika di perjalanan, papa membuka tasnya, mengambil amplop itu, dan beberapa lama memandanginya. Papa ragu untuk membukanya. Namun ahirnya diputuskannya untuk membuka amplop itu. Dilihatnya kaset tape recorder itu. Papa menyuruh pak.Jon untuk mem”play”nya. Dan disitu papa …………mendengar………….

papah, , , Lidya sayaaaannggg sekali sama papah. Bahkan mungkin melebihi rasa sayang Lidya pada diri Lidya sendiri. Pah , , , kenapa sie papa sangat membenci Lidya? Apa karena kelahiran Lidya membuat mama pergi? Seandainya Lidya bisa memilih pah, Lidya akan memilih untuk tidak lahir didunia ini, agar papa dan mama hidup bahagia bersama ka’Novan. Seandainya Lidya bisa meminta, Lidya akan meminta untuk menukar nyawa Lidya dengan nyawa mama. Tapi Lidya tak bisa melakukan itu semua pah, Lidya tak punya kuasa sedikitpun untuk semua ini. Pah ... satu kerinduan Lidya dalam hidup ini, Lidya ingin sekali merasakan pelukan seorang papah, ,merasakan hangatnya kasih sayang papa. Lidya tak tau apa mungkin kerinduan Lidya itu akan menjadi kenyataan atau tidak, tapi Lidya sudah sangat bahagia  bisa menyampaikan semua ini pada papa, walaupun hanya lewat sebuah rekaman. Lidya pamit ya pah, Lidya akan pergi. maaf  jika Lidya selalu membuat papa merasa tidak nyaman namun rasa sayang Lidya selalu ada buat papa.. sekarang.. dan sampai akhir hidup Lidya.”
Setelah mendengar rekaman itu, papa langsung berbalik arah. Menuju rumah sakit tempatku dirawat, yang papa ketahui dari BBM ka’Novan.
*********
Disini (rumah sakit) kondisiku sudah sangat lemah, kurasakan ka’Novan menggenggam erat tanganku, ka’Novan terus meneteskan air mata.
  kak Novan.. mengapa kakak menangis? Aku tidak apa-apa kak,   mungkin sebentar lagi aku akan pergi dan tidak akan merasakan sakit   ini lagi”
  sstt.. bicara apa kamu adekku? Kamu pasti akan sembuh...PASTI!”   jawab ka’Novan menguatkanku.
  seandainya papa ada disini dan memelukku ya kak, pasti aku tidak   akan merasakan sakit lagi” harapku.
  percayalah.. kamu akan sembuh adekku, dan besok kita akan pergi   menemui papa, kamu akan merasakan pelukan papa”
  “mungkinkah aku mendapatkan pelukan itu kak?” tanyaku,
  “papa akan dengan senang hati memelukmu anakku” terdengar suara papa memotong percakapanku dengan ka’Novan.
Air mata berlinang di wajahku, aku benar-benar kaget dan tidak menyangka. Papa datang dan memelukku. Suasana haru sangat terasa di ruangan itu.
maafkan papa Lidya, papa sudah menyianyiakan kamu. Papa   sangat menyesal, papa sanyang kamu nak” kata papa sambil   memelukku dengan erat.
  aku juga sangat menyayangi papa dan ka’Novan, I LOVE YOU   pah  itulah kata-kata terahir yang terucap dariku.
Aku pergi dengan bahagia, dalam dekapan hangat papaku tercinta. Sampai jumpa papa, sampai jumpa ka’Novan. Aku dan mama akan menunggu kalian untuk kembali berkumpul di “surga”.
Ahirnya papapun mengakui aku sebagai anaknya. Untuk mengabadikan semua kenangan tentang aku, papa membuat sebuah geleri dan pameran lukisan yang disana di pasang semua lukisan yang pernah kulukis. Dan ketika pembukaan galeri itu papa berkata pada para wartawan......
 
semua lukisan yang dipamerkan digaleri ini adalah lukisan putriku LIDYA, yang sekarang dia sudah bahagia bersama mamanya di surga”

****TAMAT****