"Sayangi Aku Papa…"
Aku
dilahirkan dalam keluarga terpandang. Papaku adalah seorang pengusaha yang
sangat sukses dan disegani di Jakarta. Mungkin semua orang berpikir hidupku ini
sempurna, namun itu “salah”.
Aku
dilahirkan dengan kondisi kaki kiri yang tidak sempurna, tapi aku bersyukur
mempunyai seseorang yang selalu memberi suport untuk aku. Kaka’ku, ka’Novan
namanya. Dia sangat menyayangi ku, bahkan mungkin ka’Novan adalah satu-satunya
orang yang sayang padaku saat ini. Kenapa aku bisa bilang seperti itu? Karena
sedikitpun tak pernah kurasakan kasih sayang dari papaku. Jangankan kasih
sayang? Pengakuan sebagai anak papapun tak pernah kudapat. Setiap papa
melakukan jumpa pers, papa selalu berkata kalau anaknya hanya ka’Novan seorang.
23 Mei 1996, adalah hari kelahiranku.
Bukan kebahagiaan yang terasa dalam keluargaku, tapi kesedihan yang amat
mendalam. Mengapa? Karena mamaku meninggal ketika proses persalinan.
*********
Waktu terus berlalu, kini usiaku
sudah 10 tahun.Suatu sore ketika aku duduk ditaman belakang, tiba-tiba papa datang mengahampiriku,
“Lidya, ayo ikut papa dan ka’Novan keluar!”
“Keluar kemana pah?”
“Sudahlah cepat ganti baju! Papa tunggu di mobil.”
Dengan penuh semangat aku segera ke kamar dan berganti pakaian. Karena saat itu adalah pertama kali papa mengajakku keluar bersama.
Setelah berjalan sekitar 30 menit mobilku berhenti di sebuah rumah sederhana. Seorang lelaki setengah baya keluar dari rumah itu. Pak.Min, itu mantan supir papaku. Aku mulai bertanya dalam benakku “mengapa papa mengajakku kesini?”
Papa keluar dari mobil, namun tidak dengan aku dan ka’Novan. Kulihat dari dalam mobil sepertinya papa melakukan pembicaraan serius dengan pak.Min. Tak lama papa kembali ke mobil, dan menyuruhku keluar. Diajaknya aku menemui pak.Min
“Non Lidya,,” sapa pak.Min ramah. Aku hanya bisa tersenyum.
“Pak.Min saya titip Lidya, setiap minggu saya akan mengirimkan uang untuk keperluan Lidya” Kata papa dengan lugas.
Aku sangat kaget mendengar hal itu, apakah papa setega itu padaku? Aku tak bisa mengucapkan sepatah katapun. Mataku mulai penuh dengan air mata. Kupikir hari ini akan jadi hari yang menyenangkan, tapi kenyataan berkata lain padaku. Tanpa berkata apapun padaku, papa pergi meninggalkankku. Masuk kedalam mobil, dan meninggalkan rumah pak.Min.“papah.... ka’Novan.... ” teriakku sambil berlari sekuat mungkin mengejar mobil papah, hingga ahirnya aku terjatuh. Kulihat dari kaca belakang mobil, ka’Novan melambaikan tangannya padaku.
Pak.Min menghampiriku, dan mengajakku masuk ke rumahnya. Dengan berlinang air mata aku mulai berjalan menuju rumah pak.Min.
*********
Hari demi hari kulewati di rumah
pak.Min yang sederhana. Sering aku merasa rindu pada suasana di rumah papah.
Bercanda dan bermain bersama ka’Novan. Aku hanya bisa meluapakan semua rasa
rinduku di atas kanvas. Satu demi satu kulukiskan isi hatiku.Kini usiaku menginjak 17 tahun. Sudah banyak lukisan yang kusimpan digaleri kecilku yang ada dibelakang rumanh pak.Min. 2 tahun terahir sering ka’Novan menengokku di rumah pak.Min.
*********
Suatu saat aku merasa ingin sekali melukis wajah ka’Novan. Kakak yang selalu ada untuk aku. Ketika ka’Novan datang untuk menengokku, kuajak dia ke galeri kecilku.
“Inilah
galeriku ka’.. mungkin kakak adalah orang pertama yang melihatnya.”
Ka’Novan hanya tersenyum sambil
memandang tiap sisi ruang galeriku.
“kak,
bolehkah aku meminta sesuatu?”
“tentu
adekku, apa?”
“duduklah
di dekat jendela itu kak, dan aku akan melukismu.”
Ka’Novan mulai mendekati jendela
kecil di galeriku.
“disini
Lidya?” tanya ka’Novan.
“yapz..
pas banget kak” jawabku sambil mengacungkan jempol untuk ka’Novan.
Mulai kugoreskan
cat pada kanvasku. Semenit, 10 menit, 30 menit, hingga ka’Novan tertidur
didekat jendela kecil itu. Terus kulukis gambar kakakku yang kusayang itu. Dan
setelah 1 jampun lukisan itu jadi. Kubangunkan kakakku, dan kutunjukan lukisan
itu padanya. Belum sempat ka’Novan berkomentar, tiba-tiba aku merasakan pusing
yang amat sangat dan akupun tak sadarkan diri.
*********
Ketika aku sadar, aku sudah berada
dirumah sakit. Tak lama kulihat ka’Novan masuk menghampiriku, dengan muka
yang
lesu dan nampak sedih.
“kak
Novan?? Apa yang terjadi??” tanyaku penasaran.
“tidak
ada apa-apa adekku, istirahatlah! Dan besok kamu sudah
boleh
pulang” jawab ka’Novan dengan tatapan teduh.
Hari ini aku keluar dari rumah
sakit, tak kurasakan lagi pusing di kepalaku.
*********
Waktu demi waktu berlalu, 6 bulan
terahir sering kurasakan rasa sakit di kepalaku. Kupikir itu hanya sakit biasa,
hingga suatu saat sakit itu tak tertahankan. Aku kembali tak sadarkan diri,
ka’Novan dan pak.Min membawaku ke rumah sakit. Dan ketika aku sadar, aku segera
bertanya pada ka’Novan, apa yang sebenarnya terjadi padaku. Akhirnyapun aku tau
kalau aku mengidap kanker otak.
*********
Aku lebih memilih rawat jalan di rumah,
aku tidak mau terus tergolek lemah di rumah sakit.
Aku tau waktuku tak akan lama, dan
aku tak mau sampai ahir hidupku terus-menerus merasa bersalah pada papa. Dengan
ahir waktu yang kumiliki ini, aku ingin membuat 1 lukisan untuk papa dan
ka’Novan. Setiap hari kusempatkan kegaleri untuk melukis lukisan itu. Setelah 2
minggu lukisan itupun jadi, bahagia sekali rasanya aku melihatnya.
Keesokan harinya aku merasa ingin
sekali berbicara dengan papa. Manyampaikan sejuta rasa rinduku pada papa, rindu
yang sudah benar-benar tak tertahankan. Namun aku sadar, papa tidak mungkin mau
menemuiku disini. Kuambil sebuah tape recorder kuungkapkan seluruh rasaku,
dalam sebuah pesan pendek di rekaman itu.
*********
Pagi ini kusempatkan untuk datang ke
rumah papah. Aku tak berharap banyak, aku hanya ingin memberikan rekaman itu
pada papah, agar papah tau betapa aku merindukan kasih darinya. Waktu aku tiba,
aku langsung menuju ke ruang kerja papah, ku ketuk pintu, namun ternyata
setelah ku tengok ke dalam papah tak ada di ruang kerjanya, Aku segera beranjak
pergi. tak sengaja ketika aku akan keluar, papah hendak masuk ke ruangannya.
“Lidya?
Mengapa kau ada disini?” tanya papah dingin.
“aku....
aku hanya ingin memberikan ini untuk papah” jawabku
sambil
memberikan amplop coklat yang berisi kaset rekaman itu.
“apa
ini? Papah tidak ada waktu untuk hal yang tidak penting, papah sibuk! Nanti siang papah akan berangkat
ke Manado.”
Jelas papah.
“kumohon
terimalah pah.. aku kemari hanya ingin memberikan
ini, dan aku akan pergi meninggalkan
papah” mohonku.
Akhirnya papapun
menerima amplop itu. Aku segera pergi meninggalkan papa, karena aku tau papa
tak pernah merasa nyaman bersamaku.
*********
Sesampainya di rumah pak.Min
kulihat ka’Novan sedang duduk di teras rumah menunnguku. Ketika ingin kuhampiri
ka’Novan, kurasakan badanku lemas, kepalaku pusing, aku tak tahan lagi, aku
berteriak kesakitan dan aku jatuh pingsan di pelukan kakakku. Dibawanya aku ke
rumah sakit.
*********
Dilain tempat (di rumah papa Lidya)
papa hendak berangkat ke Manado, papa membereskan berkas-berkas yang ada di
meja kerjanya. Ketika papah hendak pergi dilihatnya amplop coklat pemberianku,
papah tak menghiraukannya, papah segera beranjak pergi. Namun ketika papa
hendak menutup pintu ruangannya, kembalilah dia mengambil amplop itu, dan
segera meninggalkan ruangannya.
Ketika di
perjalanan, papa membuka tasnya, mengambil amplop
itu, dan beberapa lama memandanginya. Papa ragu untuk membukanya. Namun ahirnya
diputuskannya untuk membuka amplop
itu. Dilihatnya kaset
tape recorder itu. Papa menyuruh pak.Jon untuk
mem”play”nya. Dan disitu papa …………mendengar………….
“papah, , , Lidya sayaaaannggg
sekali sama papah. Bahkan mungkin melebihi rasa sayang Lidya pada diri Lidya
sendiri. Pah , , , kenapa sie papa sangat membenci Lidya? Apa karena kelahiran
Lidya membuat mama pergi? Seandainya Lidya bisa memilih pah, Lidya akan memilih
untuk tidak lahir didunia ini, agar papa dan mama hidup bahagia bersama
ka’Novan. Seandainya Lidya bisa meminta, Lidya akan meminta untuk menukar nyawa
Lidya dengan nyawa mama. Tapi Lidya tak bisa melakukan itu semua pah, Lidya tak
punya kuasa sedikitpun untuk semua ini. Pah ... satu kerinduan Lidya dalam
hidup ini, Lidya ingin sekali merasakan pelukan seorang papah, ,merasakan
hangatnya kasih sayang papa. Lidya tak tau apa mungkin kerinduan Lidya itu akan
menjadi kenyataan atau tidak, tapi Lidya sudah sangat bahagia bisa menyampaikan semua ini pada papa,
walaupun hanya lewat sebuah rekaman. Lidya pamit ya pah, Lidya akan pergi.
maaf jika Lidya selalu membuat papa
merasa tidak nyaman namun rasa sayang Lidya selalu ada buat papa.. sekarang..
dan sampai akhir hidup Lidya.”
Setelah mendengar
rekaman itu, papa langsung berbalik arah. Menuju rumah sakit tempatku dirawat,
yang papa ketahui dari BBM ka’Novan.
*********
Disini (rumah sakit) kondisiku
sudah sangat lemah, kurasakan ka’Novan menggenggam erat tanganku, ka’Novan
terus meneteskan air mata.
“kak
Novan.. mengapa kakak menangis? Aku tidak apa-apa kak, mungkin sebentar
lagi aku akan pergi dan tidak akan merasakan sakit ini lagi”
“sstt..
bicara apa kamu adekku? Kamu pasti akan sembuh...PASTI!” jawab ka’Novan
menguatkanku.
“seandainya
papa ada disini dan memelukku ya kak, pasti aku tidak akan merasakan sakit lagi” harapku.
“percayalah..
kamu akan sembuh adekku, dan besok kita akan pergi menemui papa,
kamu akan merasakan pelukan papa”
“mungkinkah
aku mendapatkan pelukan itu kak?” tanyaku,
“papa
akan dengan senang hati memelukmu anakku” terdengar suara papa memotong
percakapanku dengan ka’Novan.
Air mata berlinang di wajahku, aku
benar-benar kaget dan tidak menyangka. Papa datang dan memelukku. Suasana haru
sangat terasa di ruangan itu.
“maafkan papa Lidya, papa sudah
menyianyiakan kamu. Papa sangat
menyesal,
papa sanyang kamu nak” kata papa sambil memelukku
dengan
erat.
“aku
juga sangat menyayangi papa dan ka’Novan, I LOVE YOU pah” itulah
kata-kata
terahir yang terucap dariku.
Aku pergi dengan bahagia, dalam dekapan
hangat papaku tercinta. Sampai jumpa papa, sampai jumpa ka’Novan. Aku dan mama
akan menunggu kalian untuk kembali berkumpul di “surga”.
Ahirnya papapun mengakui aku
sebagai anaknya. Untuk mengabadikan semua kenangan tentang aku, papa membuat
sebuah geleri dan pameran lukisan yang disana di pasang semua lukisan yang
pernah kulukis. Dan ketika pembukaan galeri itu papa berkata pada para wartawan......
“semua lukisan yang dipamerkan
digaleri ini adalah lukisan putriku LIDYA, yang sekarang dia sudah bahagia
bersama mamanya di surga”
****TAMAT****

